ASAL MUASAL DESA PEGAGAN LOR KAPETAKAN CIREBON
Sebelum menjadi Desa Pegagan, wilayah
ini dahulu kala terdiri dari hutan-hutan dan banyak rawa-rawanya. Karena
hutan tersebut dipisahkan olah rawa-rawa dan sungai, maka Sunan Gunung
Jati memberi nama wilayah itu Pulau Raja. Kemudian setelah hutan-hutan
dibabad dan dibakar maka jadilah hamparan pesawahan yang sangat luas.
Oleh penduduk tanah tersebut dijadikan lahan pertanian, disebut Pegagan.
Maka bermukim di padukuan, sekarang Desa Dukuh. Melihat kesuburan tanah
di Pegagan dan luasnya lahan yang tersedia, maka banyaklah penduduk
yang berdatangan untuk ikut menggarap sawah dan ladang. Lambat laun
karena banyak yang bermukim di Pegagan tersebut, maka jadilah
perkampungan yang disebut kampung Pegagan, asal kata dari Pegagaan.
Untuk memimpin perkampungan yang
disebut kampung tersebut, Sunan Gunung Jati menetapkan murid Mbah Kuwu
Cirebon bernama Syekh Mukhamad yang berasal dari Syam dan terkenal
dengan sebutan Syekh Mengger (Monggor).
Namun Ki Mengger tidak lama menjadi
gegeden daerah tersebut karena ia diminta pulang oleh orang tuanya untuk
menajadi pemimpin negeri Syam. Sebagai penggantinya Sunan Gunung Jati
menunjuk Patih unggulannya yang bernama Ki Banjaran dengan gelar Ki
Cangak Putih. Ia dibantu putrinya yang bernama Nyi Mas Ayu Kendini yang
berwajah cantik, beliau rajin membantu orang tuanya dalam mengolah sawah
dan juga ikut meluaskan wilayah dengan membakar hutan sehingga wilayah
itu semakin luas.
Disamping itu ia juga trampil mengatur
tata praja, maka tidak menghereankan apabila peran Nyi Mas Ayu Kendini
semakin terkenal. Saking kagumnya penduduk terhadap Nyi Mas Ayu Kendini
atas kepandaian dan kecantikannya, maka dijuluki Bidadari Dwei Nawang
Wulan. Pemandian Dewi Nawang Wulan sampai sekarang masih ada di komplek
makam benjaran namanya Balong Widadaren.
Wilayah kampung Pegagan sangat luas dan
memanjang ke barat sampai ke wilayah Panguragan (Blok Gempol Murub),
bahkan ada wilayah Pegagan yang berada di daerah simbal Cantilan
Jagapura yang luasnya kurang lebih 5 hektar. Hal ini di sebabkan
pembakaran hutan yang dilakukan oleh Nyi Mas Ayu Kendini yang apinya
meletuk terbawa angin dan jatuh di Daerah Simbal. Sekarang Wilayah
tersebut sudah resmi masuk di Wilayah Jagapura melalui musyawara antara
Kuwu Pegagan dan Kuwu Jagapura.
Dengan Pimpinan Ki Ageng Putih dan
Putrinya, kampung pegagan bertambah maju, tertib dan teratur,
penduduknya subur makmur tidak kurang sandang pangan.
Perkampungan Pegagan mampunyai Cantilan :
1. Cantilan Dukuh
2. Cantilan Kroya
Nyi Mas Ayu Kendini terkenal bukan
karena pandai mengatur tata praja dan keterampilan serta peretanian
saja, tetapi juga karena kecantikannya. Sehingga banyak pemuda yang
tergila-gila pada putri Sekar Kedaton Pegagan. Diantaranya yang
pertama-tama datang melamar ialah Rambit, lamaran itu langsung diterima
oleh Ki Benjara tanpa berunding dengan putrinya. Padahal putrinya tidak
mencintainya. Saat pernikahan akan dilangsungkan, Ki Benjara serta
orang-orang Pegagan sangat kaget, karena putri Sekar Kedaton ada yang
menculiknya. Tentu saja R.Ambit sangat murka dan tanpa banyak tutur lagi
segera lari mengejarnya.
R.Sambarasa murid Ki Ageng Jopak atau
Ki Gede Kaliwedi yang baru menyelesaikan tapanya dialas jatianom,
ditengah alas itu ia melihat R. Sembaga yang sedang menggendong. Nyi Mas
Ayu Kendini dalam keadaan pingsan. Tentu saja hal ini menimbulkan
kecurigaan pada diri R. Sambarasa. Ia meminta kepada R. Sembaga untuk
menurunkan putri itu dari gendongannya, tetapi R.Sembaga untuk
menolaknya, terjadilah perang tanding yang sangat seru, masing-masing
mengeluarkan ilmunya. Tetapi lama kelamaan R.Sembaga merasa terdesak dan
lari meninggalkan musuhnya. Kemudian R.Sambarasa menyembuhkan Nyi Mas
Ayu Kendini dari pingsannya, dan diajaklah pulang ke orang tuanya di
Pegagan, tetapi Nyi Mas Ayu Kendini menolaknya dan mengajak R.Sambarasa
untuk pergi jauh dan menika disana. Mendengar pernyataan Nyi Mas Ayu
Kendini yang tulus maka R.Sambarasa berdiam diri tidak sampai hati
menolaknya. Namun pembicaraan itu terputus karena kehadiran R. Ambit
yang langsung menyerangnya duduk masalahnya, tetapi R. Ambit tetap tidak
percaya, hingga terjadilah perang tanding yang sangat seru, yang
kedua-duanya mengeluarkan ilmu andalannya. Tetapi lama kelamaan R.
Sambarasa dapat dirobohkan oleh R. Ambit dan ditendangnya ke dasar
jurang. Setelah siuman R. Sambarasa menemui gurunya Ki Gede Kaliwedi.
Kembalinya Nyi Mas Ayu Kendini ke Pegagan disambut gembira oleh rakyat Pegagan, lebih lebih orang tuanya Ki Benjara.
Untuk tidak membuang waktu segera Ki
Benjara melangsungkan pernikahan dengan R.Ambit. Tetapi lagi lagi
mengalami kegagalan karena kehadiran Ki Ageng Jopak yang datang menuntut
balas atas kekalahan R.Sambarasa muridnya, apalagi posisi muridnya
adalah benar, maka tanpa banyak bicara lagi langsung Ki Ageng Jopak
menyerang R.Ambit. Untunglah bon memisahkannya dalam garis penuturan
bukan jodohnya tetapi jodoh R.sambarasa.
Di Keraton Kedaton, Sinuhun Gunung Jati
kedatangan tamu dari tanah seberang yang maksudnya mau menjemput Ki
Benjara bersama keluarganya untuk dinobatkan menjadi raja di negerinya.
Mendapat permintaan itu, Sunan Gunung Jati dan Mbah Kuwu tidak bisa
menolaknya. Selanjutnya Ki Benjara bersama dengan Nyi Mas Ayu Kendini
dan suaminya R.Sambarasa berpamitan kepada Sunan Gunung Jati serta Mbah
Kuwu Ki Cakrabuana untuk meninggalkan Pendukuhan Pegagan. Adapun untuk
gegedennya Pedukuhan Pegagan diserahkan pada Syekh Magelung Sakti yang
ada di Pedukuhan Karang Kendal.
Memasuki Abad 17 tepatnya tahun 1628
tentara mataram dibawah pimpinan Sultan Agung menyerang Belanda di
Batavia. Serangan ini gagal, karena kekurangan makanan dan serangan
penyakit malaria. Memang saat itu transportasi tidak mudah seperti
sekarang, maka kegagalan ini oleh pimpinan tentara Mataram di jadikan
pengalaman untuk serangan berikutnya.
Seluruh pasukan diperintahkan untuk
melucuti senjatahnya dan di kumpulkan lalu di kubur berjajar dua,
makanya dari Cirebon sampai Indramayu terutama Kapetakan dan Cirebon
Utara hamper di setiap desa di pinggir jalan raya ada makam berjajar
dua, hal ini dilakukan sesmata-mata untuk mengelabui Belanda.
Pada suatu saat kampung Pegagan dan
Karang Kendal disinggahi tentara Mataram yang membaur dengan penduduk
dan banyak pula yang melakukan paerkawinan dengan penduduk setempat.
Mereka memilih tempat di tengah yaitu di Desa Dukuh, karena tempatnya
agak sepi jauh dari jalan raya tetapi mudah menghubunginya manakala ada
berita perjuangan. Rombongan ini dipimpin oleh Raden Antrawulan yang
menetap di Dukuh.
Memasuki abad 18 tepatnya tahun 1808,
Gubernur Jenderal Belanda Deanless merombak susunan tata praja,
khususnya di tanah jawa, yaitu :
1. Raja-raja akan digaji oleh Belanda dan tidak boleh mengambil Pajak kepada masyarakat.
2. Pergantian Sultan khususnya di Cirebon dicampuri oleh Belanda.
3. Adipati yang menguasai Kadipaten diganti dengan Bupati yang menguasai Kabupaten serta dapat gaji dari Belanda.
4. Ki Gede / Ki Ageng diubah menjadi Kuwu dan medapat bengkok.
Peninggalan sesepuh Pegagan yang perlu dilestarikan adalah:
1. Ki Jati bereupa kayu jati yang telah
memfosil, terletak di depan Balai desa Pegagan Kidul, yang memiliki
makna hati-nati dalam mengendalikan pemerintahan.
2. Makam Tumpeng, asalnya dari buah
tumpeng yang dikubur berada di sebelah utara Balai Desa Pegagan Kidul,
memiliki makna dalam mengendalikan pemerintahan Desa harus lempeng dan
jujur.
3. Balong Dalem, memiliki makna hendaknya
berpikir yang dalam dan sabar ketika menghadapi masalah yang timbul di
masyarakat. Balong Dalem ada di sebelah timur Balai Desa Pegagan Kidul.
4. Buyut Semut ada di sebelah timur Balong
Dalem yang memiliki makna harus emut, eling kepada yang Maha Kuasa
jangan sampai bertindak angkara murka.
Pada saat Cirebon membara sekitar tahun
1816 – 1818 yang dikenal Perang Kedodongdong, yaitu perlawanan
masyarakat Cirebon terhadap penjajahn Belanda dibawah pimpinan Begus
serit. Hampir seluruh kuwu yang berada di wilayah Cirebon membantu
perjuangan tersebut, baik yang terang-terangan maupun yang dibawah
tanah, khususnya kuwu dan masyarakat perjuangan itu, diantaranya adalah
tokoh-tokoh Ki Belang, Ki Laisa, Ki Salam dan Ki Lamus (Ki Tika).
Alat yang digunakan semasa
perjuangannya, yang sekarang berupa benda pusaka dan masih tersimpan
oleh anak cucunya, diantaranya adalah tombok, arti yang biasa berjalan
sendiri, bendera waring dan baju antakesuma.
Desa Pegagan mengalami pemekaran pada tahun 1981, menjadi Desa Pegagan Kidul dan Desa Pegagan Lor.
Adapun nama-nama Kepala Desa yang diketahui adalah Desa Pegagan Kidul, sejak tahun 1908 :
1. Ki Narpijan
2. Ki Baijan
3. Ki Laisa
4. Ki Sam
5. Ki Kasem
6. Ki Resmi
7. Ki Salam
8. Ki Kemisat
9. Ki Samad
10. Ki Silem
11. Ki Nerfan
12. Ki Akim
13. Ki Wasiem
14. Ki Sesmpit
15. Sarbinga
16. Ki Ketimpen
17. Ki Dir
18. Ki Kireja
19. Ki Kasti
20. Ki Lampar/Kiwarasesntika
21. Ki Ketimpen
22. Ki Jiyem
23. Ki Suwada
24. Ki Madrais
25. Ki Wangen
26. Ki Muna
27. Ki Lebon
28. Ki Dasnia
29. Ki Padmanegara
30. Ki Darisem
31. Ki Senjani / H.Bakri
32. Ki Darmi
33. Ki Tuba
34. Ki Kamsia
35. Ki Wardeni
36. Ki Arja
37. Ki.H Ali
38. Ki Wangsa
39. Ki Bulyamin
40. Ki Abdulah Sajan
41. Ki Sabil Supeno : – 1969
42. Ki H. Kasanah : 1969 – 1981
43. Ki H. Maksudi (Pjs) : 1981 – 1985
44. Ki H. Dasita : 1985 – 1995
45. Ki Wadira : 1995 – 2003
46. Ki Rusli : 2003 – sekarang.
Desa Pegagan Lor :
1. Ki Dalisa (Pjs) : 1981
2. Ki Dalisa : 1981 – 1993
3. Ki Rokhmat : 1993 – 2003
4. Ki Dedi Asmadi : 2003 – 2011
5. Dra. Hj. II Fariyani : 2011 – sekarang